Rabu, 25 Oktober 2017
“Ilmu atau Materi ?”
Satu kisah berharga yang
saya dapat di Stasiun Besar Semarang Tawang. Saat itu saya mau berangkat ke
Bandung untuk mengikuti program PERMATA (Pertukaran Mahasiswa Tanah Air
Nusantara), saya bertemu dengan seorang wanita tua ketika hendak ke toilet
“Permisi ibu... Mohon maaf saya mau bertanya,
letak toilet wanita disebelah mana ya bu.. ?” maklum, karna saat itu
saya pertama kalinya menginjakkan kaki distasiun tersebut.
Yang saya dapati bukan jawaban
dari pertanyaan saya, melainkan keluh kesah dia terhadap toilet mushola yang
ada di stasiun. Ceritanya dia ingin menunaikan sholat ashar, tetapi terkendala
dengan air di toilet mushola habis dan sedangkan pakaian yang dia kenakan
terkena najis, oleh karena itu harus diganti. “Masak buat sembahyang (sholat)
saja fasilitasnya tidak memadai, sungguh ironis tempat ini” terang wanita tua
tersebut.
Saat itu pula saya mencoba
mencarikan toilet alternatif, karena kebetulan saat itu pula saya ngempet buang
air kecil. Sehabis tanya-tanya petugas dan pedagang yang ada di Stasiun,
akhirnya saya mendapati informasi bahwasanya ada toilet di ujung Stasiun, agak
jauh dari tempat mushola wanita tua berada, yaitu jaraknya dari ujung ke ujung
Stasiun. Dia tidak kuat berjalan jauh dan akhirnya memilih untuk mengqodho
(membayar hutang sholat dilain waktu) dari pada berjalan jauh ke toilet untuk
berwudhu. Maklum, kondisi wanita tua tersebut kurang baik dikarenakan habis
operasi beberapa bulan yang lalu.
Membawa koper dan tas
ransel saya berjalan ke ujung Stasiun sendiri. Alhamdulillah ... akhirnya lega,
dan saya sembari menunggu jam 09:00 malam mencari tempat duduk yang kosong.
Saya duduk dan membuka ponsel untuk membalas chatt dari teman-teman, hehe ..
Maklum, efek jadi orang sibuk, mau berangkat saja urusannya banyak, dari mulai
ngurus izin les privat anak SD, TPQ, kepanitiaan organisasi, tugas di pondok,
belum juga urusan di SD tempat saya mengabdikan diri. Ufft... nikmati saja. 😊
Tengok kanan kiri rasanya sepi
karena sendirian, dan akhirnya tidak sengaja dideretan sebelah kursi yang saya
duduki ada wanita tua yang saya ditemui dimushola tadi. Lah disinilah...
pelajaran berharga yang saya dapatkan diawal perantauan menuju bandung. Saya
fikir hal semacam ini tidak akan pernah saya temukan jika saya tidak berangkat
mengikuti program PERMATA ini.
Karena saling banyaknya
pelajaran berharga dari berbagai topik dan tema yang saya dapati dari wanita
tua tersebut, untuk tulisan awal ini saya akan fokus kepada pembahasan seperti
pada judul. Jadi, kembali ke laptop. Hehe.. Ilmu atau Material ?
Dari pengalaman dia, dia
mempunyai 3 orang anak. Ketiga anaknya sudah kuliah dan 2 anak pertama sudah
sukses dibidangnya masing-masing. Dia bekerja keras sebagai single parent mencari
kebutuhan khususnya untuk kuliah anak-anaknya, karena suami dia telah meninggal
kala anak kedua dijenjang pendidikan SMA.
Prinsip dari dia yaitu
“Untuk pendidikan anak-anak saya adalah nomor satu, jadi bagaimanapun caranya
saya akan terus mengusahakan, mencari uang kesana kemari untuk kuliah anak-anak
saya”. Meski kedua anaknya telah sukses dan beruang banyak, namun penampilan
wanita tua tersebut terlihat biasa saja, karena dahulu pada dasarnya adalah
orang miskin. Dan tidak hanya dalam segi pakaian saja, dari barang-barang
bawaanya pun biasa juga (semacam tas kain seperti tas yang didapat ketika beli
hp baru, Cuma ukurannya besar) tidak memakai koper. “Sulis saja yang bawa
banyak barang gini makai koper udah kualahen, apalagi ibu itu ya.. bawaanya
lebih banyak dari sulis dan tidak makai koper lagi.. pasti repot banget..”
fikir sulis. Bersyukurlah saya saat itu.
Ini nih pelajaran yang
dimaksud mb Ari (salah satu pegawai diruang bag kerjasama dalam negeri UNNES
gd. H Lt. 1) “Kalau kamu berangkat ke Bandung sendiri, kamu akan mandiri, dan
pasti akan dapat pelajaran berharga disitu” Hum... terima kasih buu. 😊
Dari cerita wanita tua
tersebut, kira-kira apa yang membuat anak-anak dia sukses ?? sampai-sampai
banyak perusahaan mengincarnya, bahkan tidak sedikit yang mau menerornya.
Jawabannya yaitu karena kualitas kinerja dari mereka. Anak pertama sukses
menjadi seorang designer dan anak kedua sukses menjadi seorang dokter hewan.
Belajar dari kedua orang
sukses tersebut, mereka selalu memegang
nasihat dari ibu nya. Jadi ceritanya mereka dapat nasihat bahwa “Carilah
pengalaman dimanapun berada, sampai kamu itu benar-benar faham pada bidang
tersebut”. Seperti contoh mb Dinda, seorang dokter hewan tersebut. Dia sering
mengikuti praktik operasi hewan bersama dengan dokter-dokter lain. Pernah
seketika dia diajak praktik operasi oleh temannya dan diberi gaji yang tidak
setara dengan kerjanya, namun sang ibu menenangkannya “Gapapa.. anggap saja
membantu orang, dari kamu terus melakukan praktik operasi, maka kamu akan
semakin mahir”.
Dari cerita tersebut wanita
tua menjelaskan padaku, bahwasanya “Yang namanya materi (uang) tidaklah
seberapa, baik itu sedikit maupun banyak pasti ujung-ujungnya habis. Lain
halnya dengan ‘ilmu’, selama kamu punya dasar dan terus kamu asah, maka ilmu
tersebut akan semakin melekat dan akan berbuah serta berharga seiring dengan
semakin banyak dan melekatnya ilmumu”.
Seperti mb Dinda, awalnya
dia sering mengikuti praktik operasi bersama dengan temannya dan akhirnya
setelah dia nabung, dia bisa mendirikan klinik sendiri. Semuanya berkat
kualitas kinerja atau keahlian dia, yang tidak lain dinamakan dengan ‘ilmu’.
Oleh karena itu, wanita tua memberi saran padaku bahwasanya “Dimanapun nantinya
kamu berada, yang utama dan nomor satu yaitu raihlah ilmunya, sehingga kamu
bener-bener bisa, bukan dari materinya. Karena dengan ilmu kamu bisa hidup
tanpa batas, beda dengan materi yang berbatas, dapat habis dalam sekejap”.