"Ukiran Jejak Indah PERMATA Di UPI Bandung"
Oleh. Sulistiana
Suatu hal terbaru adalah tantangan menarik yang menjadi solving
dari rasa bosan dalam diri saya. Nama saya Sulistiana. Saya berasal dari Desa
Proto Barat, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Saya kuliah di
Universitas Negeri Semarang, Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Disini saya akan menorehkan kisah perjalanan saya selama
mengikuti program PERMATA (Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara) Tahun
2017.
Berangkat dari melihat informasi di groub rombel tentang “Kuliah di
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung”, muncul rasa greget keinginan
untuk mencoba hal baru, suatu hal yang mungkin tidak akan saya dapatkan jika
saya berdiam diri. Seketika saya langsung menghubungi pihak terkait pendaftaran
program tersebut dan alhasil saya langsung dipanggil Ibu Ketua Jurusan Ilmu Komputer
FMIPA UNNES yaitu Ibu Endang Sugiharti, S.Kom,. M,Kom. untuk melengkapi berkas
persyaratan selama sehari dan lusa harus siap berangkat. Bergegas dengan sigap
ke rumah sakit untuk cek kesehatan, mengurus surat-surat terkait ke dekanat dan
rektorat, dan pamitan pada abah ibu di pondok, SD tempat saya mengabdi, anak
didik les privat, TPQ tempat saya mengajar, alhamdulillah selesai sudah tepat
waktu.
Rabu, 25 Oktober 2017 saya berangkat dari Stasiun Besar Tawang
Semarang menuju Stasiun Bandung. Sesampai di Bandung, saya di sambut oleh
mahasiswi UPI yang ramah dan menawarkan tempat tinggal untuk saya selama di
Bandung. Bergaya bahasa sunda halus adalah ciri khas masyarakat di sekitar UPI,
dan saya belum bisa memahami sepenuhnya kala itu. Waktu yang tidak sabar saya
tunggu-tunggu adalah melihat kampus UPI dan bertemu dengan mahasiswa juga dosen
UPI. Menjadi bayang penghantar tidur di malam itu.
UPI adalah sebutan perguruan tinggi negeri yang memiliki sistem
multikampus, yaitu dengan 6 (enam) kampus yang tersebar di Jawa Barat dan
Banten. Kampus yang saya tempati selama program PERMATA adalah kampus utama
yang berkedudukan di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Jum’at, 27 Oktober
2017 tepat saya menginjakan kaki di Kampus yang saya bayang-bayangkan tersebut.
Gedung yang mewah dan menawan menyambut saya ketika itu, JICA (Japan
International Cooperation Agency). Di gedung tersebut saya di sambut ramah
oleh Ibu Dekan FPMIPA UPI yaitu Ibu Dr. Siti Fatimah,M.Si. dan Bapak Ketua Prodi Ilmu Komputer (Kaprodi
Ilkom). Kemudian bersama Bapak Kaprodi Ilkom, beliau Bapak Eddy Prasetyo
Nugroho, M.T. saya diajak keliling gedung yang nantinya akan saya tempati untuk
kuliah. Gedung FPMIPA C adalah gedung Ilmu Komputer, salah satu gedung kuliah
saya selama di UPI.
Bagi saya yang menjadi daya tarik ILKOM UPI adalah 2 (dua) kelas
yang berkualitas berfokus pada prodi masing-masing, yaitu Ilmu Komputer Murni
dan Pendidikan Ilmu Komputer. Meskipun berbeda prodi, namun kedua prodi
tersebut tetap terlihat keakraban dalam kekeluargaan Ilmu Komputer. Kualitas
dari penilaian saya adalah ketika satu prodi menampung satu kelas, dan kelas
tersebut berisikan orang-orang hebat, saya berfikir bahwa orang yang dengan
kesungguhanlah yang dapat memasuki kelas tersebut. Kemudian, dari cara dosen
menyampaikan materi juga memberikan tugas, antusias mahasiswa/i sangat tinggi
untuk belajar. Terlebih yang sangat saya kagumi adalah antusias mahasiswa/i
untuk mengikuti perlombaan-perlombaan IT diluar Universitas, baik tingkat
daerah, wilayah, nasional, maupun internasional.
Selama saya di ILKOM UPI, semangat membara selalu muncul, terlebih
ketika saya melihat mahasiswa/i yang tengah sibuk berinovatif, berkreasi untuk
mempersiapkan lomba. Sebagai contoh saya mengenal salah satu mahasiswa, dia
adalah seorang aktivis di BEM ILKOM, dia pernah bercerita dan berkata kepada
saya “wakil saya sudah memenangkan juara 1 di Gemastik 2017, masak saya kalah?”
dan akhirnya dia berjuang keras dan berhasil menyusul wakilnya tersebut untuk
menjuarai suatu perlombaan yang berbeda. Suatu greget tersendiri bagi saya yang
mendengar cerita tersebut dan terngiang hingga sekarang.
UPI sebagai perguruan tinggi negeri juga tidak jauh dari budaya
orang islam, khususnya di ILKOM FPMIPA. Bahkan saya hampir tidak melihat orang
non muslim di jurusan tersebut. Suatu keunikan sendiri ketika saya melihat
dosen memakai pecis saat mengajar dan saya melihat aktifitas terhenti ketika
waktu siang hari jum’at karena mereka berbondong-bondong untuk menunaikan sholat
jum’at, bahkan membawa sarung yang disampirkan dipundaknya. Subhanallah..
kampus negeri tapi kental dengan budaya islami.
Saya juga merasakan kekeluargaan lebih di dalam organisasi KEMAKOM
(Keluarga Mahasiswa Ilmu Komputer). Teman-teman yang asik, ramah, dan baik hati
dalam berbagi ilmu juga saling menolong dalam keseharian membuat saya
seakan-akan ingin tetap berada di sana. Kedekatan di dalam kampus maupun di
luar kampus sungguh mewarnai hari-hari saya, meskipun dari program PERMATA saya
seorang diri yang berada di UPI, tapi saya tidak merasa kesepian. Bersama
mereka pun saya belajar banyak hal, dari budaya atau tradhisi khas, sosial
maupun pendidikan.
Tidak terasa 3 (tiga) bulan berjalan begitu cepat ketika saya harus
kembali ke Semarang. Sebelum pulang, dengan baik hati teman-teman mengajak saya
keliling Bandung. Saya berkunjung ke Bandung Planning Gallery yang berisikan
tentang gambaran kota Bandung yang sekarang ini maupun rencana di masa depan,
ke Octagon Studio suatu perusahaan Augment Reality, ke China Town
salah satu wisata yang berisikan orang cina, ke Lembang yaitu tempat
wisata terkenal di Bandung seperti: Rainbow Garden Floating Market, Dusun
bambu, Curug Layung, dan Curug Cimahi, dan tidak lupa saya juga di ajak
keliling daerah yang menjadi ikon bandung seperti Bandung Lautan Api, Gedung
Sate, Jalan Braga, Institut Teknologi bandung, Jalan Dago, dan Gedung Merdeka
sebagai tempat Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika Tahun 1955. Sungguh
pengalaman luar biasa bukan, tidak akan saya dapatkan jika saya tetap berada di
Semarang.
Selasa, 9 Januari 2018 saya diantar Bapak Kaprodi Ilkom dan 2 (dua)
mahasiswa menuju ke Bandara. Suatu pengalaman yang tidak akan terlupakan saat
itu adalah pertama kalinya saya naik pesawat. Naik pesawat berbeda dengan naik
kereta yang hanya sekali cek tiket, namun ketika akan naik pesawat penumpang
tidak hanya cek tiket tetapi juga cek barang bawaan atau kerap disebut dengan
istilah “scan” dan hal tersebut tidak dilakukan sekali melainkan 2 (dua)
kali pengecekan. Seperti orang hilang yang tidak tahu arah, saat itu saya di
bantu oleh mereka. Kejadian tidak terlupakan juga ketika saya sudah cek
dibagian pertama, dan akan verifikasi untuk naik, saya ketinggalan pesawat
dikarenakan jam keberangkatan pesawat yang saya pesan maju 1 (satu) jam.
Mengenai hal tersebut karena saya di pesankan pihak Universitas, dan saya tidak
mendapat kabar atas kemajuan pemberangkatan, akhirnya saya di bantu oleh Pak
Eddy untuk mengurus perpindahan pesawat. Tidak terbayang jika saat itu saya sendirian
tanpa mereka yang sangat berjasa bagi saya. Kebaikan orang-orang UPI lah yang
membuat saya terus teringat akan indahnya jejak yang terukir bersama mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar